mau BISNIS online gratis

Tuesday, August 24, 2010

Sri Utami Guru yang Tak Sanggup Sekolahkan Anaknya

KOMPAS.com - Satu jam sudah Sri Utami berada di gubuk itu menanti hujan reda. Ia harus singgah ke tempat itu agar tak basah kuyup saat menjumpai murid-muridnya di pedalaman Boalemo, Gorontalo, Sulawesi Tengah.
Sejak pindah ke daerah transmigran, anak saya hanya di rumah membantu ayahnya berladang.
-- Sri Utami

Saat hujan turun, Sri baru berjalan sekitar satu kilometer. Masih ada tiga kilometer perjalanan lagi yang menantinya. Perjalanan dengan medan berbukit dan dua sungai.

Begitulah kisah Sri berawal. Gubuk beratap rumbia dan tanpa tempat duduk itu selalu menjadi penolongnya saat kelelahan atau kehujanan. Tak jarang, Sri juga berteduh bersama beberapa ekor kambing yang takut basah.

Sri adalah seorang guru yang mengajar di daerah transmigrasi, Kecamatan Wonosar

Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Bila musim hujan tiba, jalanan licin dan becek menjadi "musuhnya", karena Sri terpaksa menenteng sepatu bututnya agar tak dimakan lumpur.

"Ini sepatu saya satu-satunya dan saya akan lebih membutuhkannya saat musim kemarau tiba," ujar perempuan berjilbab itu tersenyum.

Tak sanggup

Sri, perempuan asli Surabaya, Jawa Timur, itu terlihat sangat sederhana. Bukannya ingin berpenampilan sederhana, namun Sri ternyata memang hidup serba kekurangan. Jangankan membeli baju dan sepatu baru untuk mengajar, menyekolahkan anaknya saja ia tak sanggup.

Diakui Sri, putra tercintanya hanya bisa mencicipi pendidikan hingga bangku SMP saat masih tinggal di Surabaya. "Itupun karena biayanya hasil patungan sanak saudara di sana. Sejak pindah ke daerah transmigran, anak saya hanya di rumah membantu ayahnya berladang," ungkapnya.

Gaji dua ratus lima puluh ribu yang diterimanya setiap bulan hanya habis untuk makan. Sri dan dan suaminya yang baru setahun menjadi transmigran di daerah itu, belum bisa berbuat banyak untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang lebih tinggi.

Sejak pertama kali mengajar, Sri memang tak pernah berharap profesinya bisa menghasilkan banyak uang. Ia mengambil keputusan untuk menghabiskan hidupnya menjadi pendidik saat usianya baru menginjak dua puluh tahun.

Berakhir di ladang

Sri adalah lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) tahun 1984. Ia mengawali tugasnya di SD Al Jihad, Surabaya. Saat itu, gajinya hanya lima belas rupiah.

Selama mengajar, Sri juga memberanikan diri kuliah di Universitas Tri Tunggal, Surabaya, meski gajinya tentu tak cukup untuk itu. Beruntung, Sri selalu menerima beasiswa dan akhirnya sukses meraih gelar sarjana.

Setelah menikah, pada 2004 Sri memilih ikut suaminya ke Lampung. Di tanah Sumatera itu hidupnya tak menjadi lebih baik. Ia mengajar tujuh mata pelajaran dengan imbalan seratus tujuh puluh ribu rupiah. Kala itu, penghasilannya dari mengajar tersebut hanya cukup untuk membeli sekarung beras.

Tak ingin hidup kekurangan berlama-lama, pada 2009 lalu Sri dan suaminya menerima tawaran program transmigrasi ke Gorontalo. Meski di daerah terpencil, Sri pun masih ngotot menjadi guru abdi. Baginya, mengajar adalah nadinya.

Pernah, Sri berpikir dan mencoba untuk berhenti saja menjadi guru dan terjun sebagai buruh tani. Namun, sehari pun ia tak bisa melakukannya karena Sri mengaku terlanjur cinta pada dunia pendidikan. Titel sarjana yang diraihnya susah payah, menjadi beban tersendiri baginya. Sri tak boleh menyia-nyiakan ilmunya.

Kegigihan Sri sebagai guru abdi menghantarkannya menjadi satu dari tujuh pemenang dalam Suharso Monoarfa Award (SUMO) Awards tahun 2010 untuk kategori guru pejuang. Bersama 34 nominator dalam penghargaan tersebut, Sri dianggap memiliki dedikasi luar biasa dalam mencerdaskan bangsa ini.

Miris nian nasib Sri. Dua puluh enam tahun menjadi guru abdi, tak serta merta membuatnya bisa menyekolahkan sang anak. Hatinya pilu setiap kali melihat puluhan siswa yang diajarnya.

"Saya sibuk mengajar, sedangkan anak saya tak bisa sekolah," ucapnya lirih.

Di sisi lain, di usianya yang kini menginjak 46 tahun, harapan Sri menjadi Pegawai Negeri Sipil pun tertutup sudah. Pipinya yang kurus kerap dihiasi air mata kesedihan dan harapan. Harapan agar anaknya bisa mengecap pendidikan. Pun, harapan supaya besaran gajinya kelak akan layak, untuk mengubah nasib putranya agar tak berakhir di ladang.
Read More..

Monday, August 23, 2010

Inilah Pengakuan Mantan Tentara Israel

Inilah Pengakuan Mantan Tentara Israel
Selasa, 24 Agustus 2010 | 00:22 WIB
forum.dudung.net
ilustrasi
JAKARTA, KOMPAS.com--Setelah dihebohkan oleh sebuah foto di Facebook yang menggambarkan seorang tentara perempuan Israel membelakangi beberapa pria Palestina yang ditahan dengan mata terikat, kini dua perempuan yang pernah menjalani wajib militer di angkatan bersenjata Israel berbicara tentang pengalaman serupa.
Adalah Inbar Michelzon, seorang wanita Israel yang membuka tekanan dari dalam batinnya, setelah menjalani dua tahun wajib militer di Angkatan Pertahanan Israel (Israeli Defence Force atau IDF).
Satu kata yang tercoret di dinding Hebrew University of Jerusalem telah menggerakan hati Michelzon. Kata itu adalah 'occupation' (pendudukan).
"Saya merasa seperti seseorang yang telah membicarakan sesuatu yang tabu," kata Michelzon di sebuah kafe di Tel Aviv, seperti yang dikutip The Guardian, Minggu (22/8).
"Itu benar-benar mengejutkan saya. Ada sebuah grafiti yang berbunyi, 'akhiri pendudukan', dan saya merasa, OK, sekarang saya bisa berbicara tentang apa yang saya telah saya saksikan," sambung Michelzon.
Michelzon menjadi satu dari beberapa mantan tentara perempuan Israel yang telah berbicara blak-blakan tentang pengalaman militer mereka, sebuah gerakan yang kemudian membuat mereka dituduh pengkhianat dan tidak loyal.
Sulit dibayangkan betapa besar pengaruh dari pengakuan mereka, tetapi mereka telah memberikan gambaran alternatif dari apa yang sering digembar-gemborkan oleh IDF sebagai 'tentara yang paling bermoral di muka bumi'.
Keprihatinan terhadap budaya tentara Israel mulai meningkat sejak minggu lalu setelah sebuah foto di Facebook menggambarkan seorang tentara perempuan Israel berpose membelakangi tahanan Palestina yang duduk dengan tangan terikat dan mata ditutup.

Foto itu mengingatkan pada skandal Abu Ghraib di Irak. Tetapi, Eden Abergil, tentara perempuan di foto itu yang kini tidak aktif di militer, justru mengatakan tidak mengerti apa yang salah dari foto yang digambarkan sebagai 'buruk dan tidak berperasaan' oleh IDF.
Israel memang mengharuskan perempuan yang berusia 18 tahun untuk selama dua tahun mengikuti wajib militer. Pengalaman itu bisa menjadi sangat tidak manusiawi bagi sepuluh persen dari mereka yang bertugas di wilayah pendudukan Israel. Contohnya Michelzon.
"Saya meninggalkan militer sambil membawa bom yang terus berdetak di perut saya. Saya merasa telah melihat halaman belakang Israel. Saya melihat sesuatu yang tidak pernah dibicarakan orang, Itu hampir seperti saya telah mengetahui rahasia yang kotor dari sebuah negara dan saya harus membukanya," tegas Michelzon.
Michelzon yang kini berusia 29 tahun mulai menjalani wajin militer pada September 2000, tepat ketika intifada kedua pecah. "Saya bergabung dengan militer dengan pandangan yang idealis, saya sangat ingin berbakti untuk negara saya," Michelzon berkisah.

Ia ditempatkan di Erez, daerah perlintasan Israel dengan Jalur Gaza, di dalam ruangan kendali radio. "Sangat banyak ketegangan, banyak tembakan, dan bom bunuh diri. Sedikit demi sedikit saya memahami aturan main, Anda harus membuat orang Arab susah, itu adalah tugas utama, karena mereka adalah musuh," Michelzon meneruskan kisahnya.
Michelzon lalu bercerita tentang contoh kegiatan rutin di pos tempatnya berjaga, tentang seorang perempuan Palestina yang ingin menyebrang. Michelzon lalu melapor pada atasannya, meminta izin untuk membiarkan perempuan itu melintas.
Alih-alih memberi izin, atasannya malah menyuruhnya membuat perempuan itu menunggu selama berjam-jam. "Saya merasa kesepian dalam angkatan bersenjata. Saya tidak bisa berbicara tentang hal-hal yang saya pikir salah. Saya tidak memiliki pandangan yang kuat tetapi saya tidak merasa nyaman tentang pembicaraan itu, tentang tentara yang memukul orang Arab dan tertawa," Michelzon berbicara getir. "Saya kira semua orang normal dan hanya saya yang tidak. Saya merasa asing," tukas Michelzon.
Memasuki Juni 2002, di akhir masa tugasnya, Michelzon mengatakan ia merasa ingin lari dan kabur ke India. "Saya mengatasi masa-masa berat sedikit demi sedikit," ia kembali bertutur.
Ketika kembali melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, ia harus menjalani terapi selama dua tahun, masa ketika ia mulai berpikir untuk membuka semuanya.
Ia juga bergabung ke 'Breaking the Silence', sebuah organisasi beranggotakan mantan tentara yang mempublikasikan berbagai pengakuan dari mantan tentara tentang kehidupan di wilayah pendudukan untuk mendorong perdebatan tentang 'harga moral' dari pendudukan itu.
Michelzon memberikan bukti kepada kelompok itu dan dua tahun lalu bukti itu muncul dalam sebuah tayangan dokumenter berjudul, 'To See If I'm Smiling'.Film itu menceritakan pengalaman seorang perempuan muda yang bertugas di militer.
Film itu kemudian dikritik oleh banyak pihak. Kelompok 'kiri' fokus pada "hal-hal buruk yang kita lakukan dan bukan pada fakta bahwa kita ingin sebuah diskusi. Kami ingin menempatkan sebuah cermin dan mengatakan kepada publik Israel untuk menatap mata mereka sendiri."
"Mereka dari kelompok 'kanan' malah mengatakan, 'mengapa Anda melakukan ini pada rakyat Anda sendiri? Apakah Anda membenci Negara Anda sendiri? Tetapi saya melakukannya karena saya mencintai negara saya. Kami harus berjuang untuk mengatakan kami ingin berbicara tentang situasi politik," ucap Michelzon.
Sementara itu dampaknya psikologis pada para perempuan yang mengikuti wajib militer tidak terelakkan terutama mereka yang bertugas di kawasan pendudukan.
"Jika Anda ingin bertahan sebagai perempuan di angkatan bersenjata, Anda harus menjadi 'kelaki-lakian'. Tidak ada ruang untuk perasaan. Itu seperti persaingan untuk melihat siapa yang paling tangguh. Pada banyak kesempatan perempuan sering berusaha lebih agresif dari laki-laki," ungkap Michelzon.
Tidak hanya Michelzon, seorang perempuan mantan tentara yang bertugas di Hebron, sebuah kota di Tepi Barat, pada 2001 sampai 2002 juga punya kisah yang sama.
Dana Golan, bertugas di Hebron bersama 25 perempuan lainnya, menjadi bagian kecil dari 300 prajurit laki-laki.  "Jika saya menunjukan kecemasan, itu akan dianggap sebagai kelemahan," aku Golan.
Perempuan berusia 27 tahun itu mengatakan masa paling menggoncangkan ketika berdinas di militer adalah ketika mereka melakukan razia senjata di perumahan Palestina.
Sebuah keluarga dibangunkan pada pukul dua dini hari oleh para tentara yang terus menggeledah rumah mereka. Tidak ada senjata yang ditemukan. Anak-anak yang masih kecil sangat ketakutan. "Saya pikir, apa yang akan saya rasakan jika saya menjadi anak berusia empat tahun itu? Bagaimana saya akan bertumbuh? Pada saat itu yang tampak bagi saya bahwa terkadang yang kami kerjakan hanya menimbulkan korban. Untuk jadi penjajah yang baik, kami harus menciptakan konflik," Golan mengenang kejadian itu.
Dalam peristiwa berbeda ia menyaksikan para tentara Israel mencuri dari toko elektronik Palestina. Ia mencoba melaporkannya tetapi ia mendapat jawaban menyakitkan.  "Ada hal-hal yang tidak boleh saya campuri," keluh Golan.
Tentara Israel juga pernah mempermalukan orang-orang tua Palestina di jalanan. "Saya berandai-berandai bagaimana jika mereka adalah orang tua atau kakek nenek saya," Golan mengingat-ingat.
"Kami bertumbuh di tengah kepercayaan bahwa IDF adalah tentara yang paling bermoral di dunia. Siapa pun tahu setiap orang berdinas di angkatan bersenjata. Kini ketika saya berbicara tentang tindakan tidak bermoral, saya mungkin berbicara tentang saudari atau anak perempuan Anda. Mereka tidak mau mendengar," papar Golan.
IDF sendiri bangga bahwa 90 persen dari anggotanya terbuka untuk perempuan dan laki-laki. "Melayani sebuah unit angkatan bersenjata tempat Anda selalu berhubungan dengan orang yang mungkin saja mencelakai Anda sungguh tidak mudah, Anda harus tangguh," kata Kapten Arye Shalicar, juru bicara militer. "Itu bukan saja hal yang terjadi pada perempuan, berlaku untuk semua orang. Akhirnya, sebuah unit tempur adalah sebuah unit tempur. Kadang sesuatu terjadi dan tidak semua tindakan benar 100 persen," Shalicar melanjutkan.
Angkatan bersenjata menurutnya punya prosedur untuk melaporkan tindakan yang salah dan setiap tentara wajib mengikutinya.
Baik Michelzon dan Golan sama sekali tidak menyesal karena telah berbicara terbuka. "Selama dua tahun saya melihat orang menderita dan saya tidak melakukan apa-apa, itu sungguh menakutkan," kata Michelzon.
"Pada akhirnya, rasanya seperti angkatan bersenjata telah mengkhianati saya, mereka memanfaatkan saya. Saya tidak bisa mengenali diri saya sendiri," kesah Michelzon.
"Apa yang kami sebut melindungi negara kami ternyata adalah menghancurkan kehidupan," pungkas Michelzon.
Read More..

Puisi-puisi Arif Fitra Kurniawan

Puisi-puisi Arif Fitra Kurniawan
Selasa, 24 Agustus 2010 | 02:05 WIB
nurjeehan.hadithuna.com
ilustrasi

Arif Fitra Kurniawan mahasiswa STIEPARI-SEMARANG, aktif menulis di blog :http://arifsibijak.multiply.com/, atau duniadibalikjendela.blogspot.com

RUMUS LAIN
1//
Jika jarak adalah
hasil kali waktu dengan kecepatan.
maka cinta adalah
hasil bagi antara rasa menang sendiri
dengan sisa kesabaran.
ia tak terikat
sedang menjauh atau hampir mendekat.

2//
konstruksi bidang segitiga,
menurut para cendekia
merupakan teori terkuat penyangga beban,
melebihi kuasa setengah lingkaran
maka para tukang batu dengan penuh iman,
segera membangun rumah, menara
dan pusat perkantoran.
barangkali cuma cinta,
yang melulu rubuh.
ketika konsep segitiga diterapkan.
tak berdaya berebut perhatian.

3//
jumlah air dalam gelas,
akan berkurang
persis seberat batu yang ditimpakan,
sementara sisanya berceceran.
maka cinta,
selalu saja stagnan.
seberapa ratus ia ditimpa kesalahan.
tak ada sisa.
tak ada jerit kesakitan.
yang ada cuma keinginan memaafkan.

4//
berabad-abad lampau,
manusia berlomba.
membangun kapal dan melakukan ekpedisi.
mencari bukti sebulat apa sebenarnya bumi.
ya, mereka berhasil.
buktinya,
kapal mereka tanpa berbalik arah,
berangkat dan pulang di dermaga yang sama.

sejauh ini, belum ada yang berani memperkirakan
cinta sebenarnya seperti apa.
ia lurus atau melengkung
ia rona gembira atau airmata
ya, semua gagal.
buktinya,
tak pernah ada yang tahu
memulai dan akan mengakhirinya dimana.

***

FORMULIR

besok jangan lupa,
kalau sempat mampir.
bawa serta formulir.
biodata.
foto berwarna.
sebab takdir,
tak sempat mencantumkan
jenis kelamin dari
dosa
dan pahala.

***

KISAH
kisah kita.
serumah dengan duri dan semak.
liar keinginan menyeruak.
membangun pintu-pintu baru.

kisah kita.
apung dimuka ombak.
menampung asam dan tukak.
menumpang dilambung kapal yang retak.

laut mahaharu

adakah pantai.
adakah andai

***

CATATAN
aku adalah waktu-waktu
yang pernah kau tanyakan
jumlah bulatan hitam
pada tanggal kepulangan.

aku adalah panah-panah
dimana taktik.
dendam.
rasa iba.
kulembingkan lengkingnya jauh ke udara.

aku adalah kertas-kertas,
dimana kutemukan,
bulu matamu.
lembab dan berjatuhan
menebalkan semua catatan.

***

IA YANG HILANG ENTAH KE MANA
mencarimu,
kusaksikan
api yang menghamba karat besi.
mematri jari sendiri.
hingga tak satupun arah mampu kutunjuk,
kau di dada sebelah mana ?

disebelah kanan.
tali yang dulu pernah kau ikatkan.
pada perahuku,
yang tersesat jauh ke hulu.
ditipu tepian.

disebelah kiri.
gua sempit tempat pertapa bersemadi.
meniupkan mantra,
makin gelap.
menunggu dua puluh purnama.
keluar dari perut serigala.

keningku makin demam
dirasuki arwah segala tikungan.

***

JARAK

pernah ia minta pada kekasihnya
untuk menghisap sekat.
kekasihnya berkerut kening; untuk apa ?
ia cuma cekikikan,
agar bau badanmu bisa kuikat.
agar kalimat kita bisa saling berhadap.
wajah kekasihnya,
yang menyimpan petasan dan kembang api itu,
tiba-tiba merayakan malam tahun baru.


ia,kekasihnya itu,
betapa mati-matian menghimpit jarak,
mengubah tiap kilo kedalam mikro,
mengatur sendiri skala yang telah dibuat manusia
tapi betapa sunyinya ia,
betapa pipihnya dunia.
tak ada lagi siapa-siapa.
selain ia serta kekasih yang terlanjur terkurung,
dalam rongga iga yang melengkung.

***

KEDATANGAMU
: maryam

1
sengaja kusiapkan kalimat
dari bahan-bahan pilihan,
tanpa bahan pengawet,
agar nanti bisa langsung kita habiskan.
sepanik tukang masak pinggir jalan,
yang meramu bumbu diatas telenan.
ya, katamu lewat telepon tadi,
kau tipikal wanita yang enggan
berkarib dengan takaran.

2
kau datang.
langsung duduk di salah satu meja panjang
penuh bangku-bangku.
semua harus kita habiskan malam ini ?
tanyamu.
bangku bangku kosong di kanan kiri kita,
mendadak berisi tamu undangan.
riuh.
mereka membuatku gemetar.
membuatku lupa menyiapkan kudapan.
oh, mungkin kelewat semangat,
sampai tiap puisi lupa kujuduli.
aku menunduk. penuh rasa bersalah.

3
tangannya, tanganmu maksudku.
merengkuh tengkukku,
menempelkan gambar kecil kupu-kupu.
sentuhan yang begitu memaafkan.
saat anak kecil tak sengaja memecahkan mainan.
lain kali, ajaklah kata-katamu keluar ruangan.
karena ruangan ini,
cuma mengajarimu menghapalkan kata;
kipas angin, langit langit, dan jam dinding.
bisiknya,
sebelum pintu terbuka untuk yang kedua.

***

BAGAIMANA MERAYAKAN KESEDIHAN

tiap pagi kita temukan bau hangus,
tiap pagi kita temukan serpihan abu.
dikamar.
ada saja salah satu dari percakapan kita yang memar,
seperti habis bertukar dengan kata-kata kasar.

berkali kali ini kita bahas,
licin sudah kuas.
menyapu debu dan getar haru.
bagaimana kita merayakan kesedihan.
sayangku. aku kehabisan cara,
selalu gagal membakar airmata.

***

TAFSIR

aku berada di awal undakan.
memikul arah yang berlawanan.
sebuah sajak, ketika kami berpapasan,
menawarkan pada bahuku sebuah ukuran.
sebentar kami bertengkar.
aku bilang; tak pas.
tapi ia bilang; lumayan pantas.

dari jauh, telingaku menangkap berita.
seperti inilah,
hukuman yang mesti ditanggung.
oleh artian yang sering
berjalan sendirian,
bertelinga murung.
Read More..

pay to click